Из-за периодической блокировки нашего сайта РКН сервисами, просим воспользоваться резервным адресом:
Загрузить через dTub.ru Загрузить через ClipSaver.ruУ нас вы можете посмотреть бесплатно Praktik Usang Laporan Harta Pejabat - Bedah Editorial MI или скачать в максимальном доступном качестве, которое было загружено на ютуб. Для скачивания выберите вариант из формы ниже:
Роботам не доступно скачивание файлов. Если вы считаете что это ошибочное сообщение - попробуйте зайти на сайт через браузер google chrome или mozilla firefox. Если сообщение не исчезает - напишите о проблеме в обратную связь. Спасибо.
Если кнопки скачивания не
загрузились
НАЖМИТЕ ЗДЕСЬ или обновите страницу
Если возникают проблемы со скачиванием, пожалуйста напишите в поддержку по адресу внизу
страницы.
Спасибо за использование сервиса savevideohd.ru
MetroTV, Di negeri ini, mendisiplinkan pejabat dalam soal penyerahan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) bak menangkap belut dalam oli, sangat licin. Tengoklah kepatuhan penyerahan LHKPN 2024. Meski batas akhir penyerahan laporan sudah dilonggarkan dari akhir Maret 2025 menjadi pada Jumat (11/4) lalu, masih ada lebih dari 16 ribu penyelenggara negara belum menyerahkan LHKPN mereka ke KPK. Berdasarkan data KPK, hingga batas akhir itu, masih ada 16.668 penyelenggara negara yang belum melaporkan harta kekayaan mereka. Itulah mengapa, tingkat kepercayaan publik kepada para penyelenggara negara lemah. Tingkat kedisiplinan penyelenggara negara dalam melaporkan harta kekayaan mereka sekaligus menjadi cermin bagaimana para pejabat itu bisa disiplin mengelola hal yang menjadi tugas mereka, termasuk mengelola keuangan negara. Wajar bila sebagian publik curiga jangan-jangan keengganan penyelenggara negara untuk menyerahkan LHKPN itu dilatarbelakangi oleh strategi menyembunyikan harta mereka. Jika ia seorang pejabat pucuk pimpinan di institusi pemerintahan, tidak bisa disalahkan pula jika publik pesimistis untuk menaruh kepercayaan kepada pucuk pimpinan birokrasi yang bertipe tidak transparan itu untuk mengelola APBD maupun APBN. Masyarakat yang hingga saat ini masih belum bebas dari impitan berbagai masalah, utamanya ekonomi, bisa jadi kian antipati kepada penyelenggara bermental seperti itu. Di tengah daya beli masyarakat yang masih rendah, terus munculnya ribuan pengangguran baru akibat gelombang PHK, kekecewaan publik kian berrltambah oleh kelakuan sejumlah pejabat negara yang tak taat aturan itu. Kewajiban menyerahkan LHKPN terang benderang merupakan perintah dari UU No 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Artinya, aturan itu sudah berusia 27 tahun. Faktanya, hampir tiga dekade aturan itu diterapkan, hingga kini masih banyak penyelenggara negara yang berani melanggarnya. Bukan satu-dua, tapi belasan ribu orang. Bisa jadi karena sudah uzur, aturan itu kini tak lagi banyak yang mengindahkan. Apalagi, di aturan itu hanya mencantumkan sanksi administratif bagi mereka yang melanggar, bukan sanksi pidana. 'Tenang saja, semua aturan bisa diatur,' begitu barangkali pikir mereka. Belasan ribu penyelenggara negara yang jelas melawan aturan itu menjadi bukti makin majalnya amanat reformasi. Kehidupan bernegara yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) jadi kehilangan arah oleh kelakuan para abdi negara tersebut. Lemahnya sanksi yang ada jadi biang kerok penyelenggara negara tak takut melanggar perintah UU itu. Jangankan bagi yang tak melapor, bagi yang menyerahkan laporan namun isinya penuh keanehan pun tak diberi sanksi tegas. KPK paling hanya menyerahkan kembali laporan itu kepada pembuatnya dengan memberi catatan agar LHKPN itu segera diperbaiki. Semua itu berhulu dari masih setengah hatinya UU itu dibuat oleh para pembuatnya kala itu. Jika perang terhadap KKN adalah harga mati, DPR dan pemerintah saat itu tentu tak akan membuat beleid 'macan ompong' yang cuma galak di tampangnya. Sebagai jalan keluar, sudah saatnya KPK membuat aturan yang lebih tegas untuk mendisiplinkan para penyelenggara negara itu. Dorongan berbagai pihak akan perlunya dibuat hukuman yang lebih riil, misalnya penundaan pembayaran gaji hingga promosi jabatan yang ditunda bagi pelanggarnya, ialah usul yang amat bisa dieksekusi segera. Tak apa hukuman itu terbilang terlambat jika baru diberlakukan saat ini. Namun, daya pukulnya jelas sangat terasa ketimbang sanksi administrasi yang bentuknya hanya teguran tertulis. Itu pun jika atasannya menyerahkan LHKPN. Karena tentunya sulit ditemukan ada atasan yang bandel akan berani menghukum bawahan yang sama bandelnya. Membangun kedisiplinan membutuhkan aturan dan pelaksanaannya yang lebih tegas. Apalagi, membuat LHKPN itu adalah sesuatu yang simpel, jika hartanya bersih, untuk apa tak dilaporkan? Jika tak ada yang hendak ditutup-tutupi, untuk apa tidak terbuka saja? #pejabat #pejabatkorupsi #laporankeuanganpejabat #kpk #lkhpn ----------------------------------------------------------------------- Follow juga sosmed kami untuk mendapatkan update informasi terkini! Website: https://www.metrotvnews.com/ Facebook: / metrotv Instagram: / metrotv Twitter: / metro_tv TikTok: / metro_tv Metro Xtend: https://xtend.metrotvnews.com/