Из-за периодической блокировки нашего сайта РКН сервисами, просим воспользоваться резервным адресом:
Загрузить через dTub.ru Загрузить через ClipSaver.ruУ нас вы можете посмотреть бесплатно Negeri Penyayang Koruptor - Bedah Editorial MI или скачать в максимальном доступном качестве, которое было загружено на ютуб. Для скачивания выберите вариант из формы ниже:
Роботам не доступно скачивание файлов. Если вы считаете что это ошибочное сообщение - попробуйте зайти на сайт через браузер google chrome или mozilla firefox. Если сообщение не исчезает - напишите о проблеме в обратную связь. Спасибо.
Если кнопки скачивания не
загрузились
НАЖМИТЕ ЗДЕСЬ или обновите страницу
Если возникают проблемы со скачиванием, пожалуйста напишите в поддержку по адресу внизу
страницы.
Спасибо за использование сервиса savevideohd.ru
MetroTV, SULIT dibantah perang melawan korupsi di negeri ini seperti basa-basi. Sebab, kenyataannya penegakan hukum terhadap koruptor justru secara berjenjang lemah dan dilemahkan. Lihat saja, mulai dari pengungkapan kasus yang tebang pilih, vonis ringan di pengadilan, hingga remisi berulang setiap tahun bagi narapidana korupsi. Soal remisi ini pula yang lagi-lagi menunjukkan masih lekatnya keberpihakan terhadap koruptor. Di momen Idul Fitri 1446 Hijriah, ratusan narapidana korupsi ikut mendapat remisi, dan kebanyakan hanya didasarkan alasan berkelakuan baik. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan memang menegaskan bahwa remisi merupakan hak setiap narapidana yang telah memenuhi persyaratan tanpa terkecuali. Namun, bagi napi korupsi yang masuk kejahatan luar biasa, mestinya terdapat persyaratan tambahan yang mesti dituruti secara ketat. Persyaratan khusus bagi napi korupsi ialah bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; serta telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan. Persyaratan khusus kesediaan bekerja sama membongkar perkara, memang telah dilemahkan karena tidak lagi menjadi kewajiban. Ini berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 28 P/HUM/2021. Meski begitu, mestinya pemerintah, dalam hal ini Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto sebagai pemegang ‘bola', dapat menunjukkan keberpihakannya, juga penghormatannya, terhadap kerja panjang pemberantasan korupsi di Indonesia. Ironisnya, persyaratan yang memang sudah dilemahkan oleh putusan MA itu seperti gayung bersambut di tiap kesempatan pemberian remisi, baik remisi umum di HUT Kemerdekaan RI maupun remisi khusus saat hari besar keagamaan. Pada Idul Fitri kali ini Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Kota Bandung, Jawa Barat menyebutkan sebanyak 288 narapidana korupsi, termasuk Setya Novanto (Setnov), telah mendapat persetujuan mendapatkan remisi. Besaran remisi beragam, mulai dari 15 hari, 1 bulan, hingga ada yang mendapat remisi 2 bulan. Untuk Setnov yang merupakan koruptor kasus E-KTP, ini merupakan remisi keempat. Pada Idul Fitri 2023 dan 2024, ia mendapat potongan masing-masing 30 hari. Padahal, pada HUT ke-78 RI, mantan Ketua DPR ini sudah mendapat remisi 3 bulan. Sementara itu, negara juga belum mengungkapkan soal pelunasan uang pengganti oleh Setnov. Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat memvonis Setnov harus membayar uang pengganti sebesar US$7,3 juta (sekitar Rp65,7 miliar dengan kurs Rp9 ribu saat proyek e-KTP dilakukan). Jumlah tersebut dikurangi Rp5 miliar yang sudah dikembalikan dalam proses penuntutan. Hingga 2019, Setnov baru tercatat membayar sekitar Rp15,3 miliar. Kita tentu juga patut curiga akan pemenuhan persyaratan oleh ratusan napi koruptor lainnya yang mendapat remisi seperti Setnov. Pemberian remisi bagi koruptor tanpa disertai pemenuhan persyaratan, pantas membuat publik geram. Remisi semacam itu bisa juga disebut bentuk korupsi. Karena itu, sudah semestinya pemberian remisi ini diusut dan sesegera mungkin dicabut jika betul tidak memenuhi persyaratan. Pencabutan remisi dimungkinkan oleh pengadilan sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 ayat (1) huruf d UU Tipikor. Sebab itu, KPK yang dahulu berhasil menyeret Setnov ke pengadilan pun semestinya menjadi yang terdepan menempuh jalur hukum untuk pencabutan remisi itu. Sayangnya, seperti tergambar dari pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak, lembaga antirasuah periode saat ini pun tampak lembek. Johanis justru mempersempit kemampuan KPK dengan menyatakan lembaga itu hanya memiliki kewenangan menyidik, menuntut, dan mengeksekusi kasus. Ini tentu sebuah petaka saat seluruh garda-garda terpenting pemberantasan korupsi, kompak lembek terhadap koruptor. Tidak mengherankan, alih-alih turun, jumlah kasus korupsi terus tinggi dan indikator risikonya pun memburuk. Dengan kata lain, korupsi makin subur di negara ini bukan hanya karena kejahatan para pelaku. Itu karena negara memang ‘melayani’ para koruptor. #editorialmediaindonesia #Korupsi #NegeriPenyayangKoruptor #RemisiKoruptor #SetyaNovanto #Idulfitri1446H #KPK #BebasBersyarat #BanciHukum #NegaraMelayaniKoruptor #TolakRemisiNapiKorupsi #PemberantasanKorupsi ----------------------------------------------------------------------- Follow juga sosmed kami untuk mendapatkan update informasi terkini! Website: https://www.metrotvnews.com/ Facebook: / metrotv Instagram: / metrotv Twitter: / metro_tv TikTok: / metro_tv Metro Xtend: https://xtend.metrotvnews.com/